purripurripurri♥purripurri

Minggu, 17 Oktober 2010

Resep Kentang Goreng Kentucky  

Bahan-Bahan

  • Kentang
  • Garam secukupnya

Bahan tepung

  • Tepung beras
  • Soda kue (baking powder/soda) 2 sendok teh

Cara Membuat Kentang Goreng

  1. Iris kentang sesuai bentuk yang diinginkan
  2. Rebus kentang setengah matang dengan memberi sedikit garam
  3. Angkat kentang lalu tiriskan selama 15-20 menit
  4. Campur bahan tepung
  5. Lalu campur kentang setengah matang dengan campuran soda kue + tepung beras dan diamkan selama 5 menit
  6. Goreng kentang sampai matang
 Cumi Goreng Tepung

Bahan-bahan

  • 750 g cumi ukuran besar
  • 1 sdm air jeruk nipis
  • 1 liter minyak sayur

Adonan Tepung

  • 150 g tepung terigu
  • 1 butir telur ayam, kocok
  • 1 sdt bawang putih aprut
  • 1/2 sdt jahe parut
  • 1/2 sdt merica bubuk
  • 1/2 sdt garam

Cara Membuat

  1. Kupas cumi, buang kantong tintanya. Sisihkan kepalanya, potong melintang badan cumi 1 cm.
  2. Perciki air jeruk nipis, diamkan selama 30 menit agar tidak anyir.
  3. Aduk semua bahan dalam adonan tepung hingga rata dan licin.
  4. Celupkan tiap potongan cumi dalam adonan tepung.
  5. Goreng dalam minyak panas dan banyak hingga kuning dan kering.
  6. Angkat dan tiriskan.
  7. Sajikan hangat dengan saus cabai botolan atau mayones.


ref: http://resep.org/page/7

Jumat, 15 Oktober 2010

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Etika Profesi Akuntan
Etika Profesi Menurut (Agoes 2004), Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional.

Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi yang dimaksud adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

Profesi Akuntan di Indonesia terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Akuntan Publik,
2. Akuntan Pemerintah,
3. Akuntan Pendidik, dan
4. Akuntan Manajemen Perusahaan.

Akuntan  Publik
Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan / menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan laporan keuangan kepada kliennya di Indonesia atas dasar pembayaran tertentu. Mereka ini bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor akuntan dalam waktu paling lama 6 bulan sejak izin Akuntan Publik diterbitkan.

Akuntan Pemerintah
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Instansi Pajak.

 Profesi akuntan Pendidik  
   Akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa pelayanan pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui lembaga – lembaga pelayanan yang ada, yang berguna untuk melahirkan akuntan-akuntan yang terampil dan peofesional. Profesi akuntansi pendidik sangat di butuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri, karena di tagan mereka para calon-calon akuntan dididik.
  Akuntan pendidik harus dapat melkukan transfer knowladge kepada mahasiswanya, memiliki tinggkat yang tinggi dan menguasi pengetahuan bisnis dan akuntansi, tekhnologi informasi dan mampu mengembangkan pengetahuanya melalui pendidikan.
    Akuntan Pendidik,  bertugas dalam pendidikan akuntansi yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan penelitian di bidang akuntansi.

Akuntan Manajemen Perusahaan
Akuntan manajemen disebut juga sebagai akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan mengenai investasi jangka panjang. Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern.

Pendidik merupakan cita-cita saya sejak kecil. bukan hanya sebagai profesi pendidik pun juga bisa menjadi luang mencari pahala dunia dan akhirat. sebagai profesi akuntan saya memilih sebagai akuntan pendidik sebagai profesi, untuk menjadi akuntan pendidik haruslah memiliki pengetahuan yang luas tentang akuntansi,dan juga ber attitude yang baik. karena sebagai akuntan pendidik kita harus mengajar kepada mahasiswa/mahasiswi/siswa/siswi agar tidak menyalah gunakan ilmunya.
untuk merealisasikannya saya belajar dan juga ingin bersekolah untuk mendapatkan akta 4. 

refrensi:


Selasa, 27 Juli 2010

Penulisan Ilmiah


 BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori
2.1.1 pengertian Laporan Keuangan
Pihak yang berkepentingan atas perkebangan suatu perusahaan sangat perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan tersebut. Kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan perhitungan laba rugi serta laporan keuangan lainnya. Dengan mengadakan analisis terhadap pos –pos neraca akan dapat di ketahui atau akan di peroleh gambaran tentang posisi keuangannya, sedangkan analisis laporan rugi-labanya akan memberikan gambaran tentang hasil atau perkembangan usaha yang bersangkutan” (Bambang Riyanto  2001 : 328). “Laporan finansiil  memberikan ikhtisar mengenai finasiil suatu perusahaan dimana neraca  mencerminkan nilai aktiva, hutang dan modal pada suatu saat tertentu dan  laba rugi mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama periode tertentu  biasanya meliputi periode satu tahun “.   Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan sebagai  pertanggung jawaban atau tugas yang dibebankan kepada manajemen oleh  para  pemilik perusahaan, biasanya laporan keuangan yang disusun terdiri dari:
1.      Neraca
“Neraca adalah laporan keuangan yang memberikan informasi mengenaai keuangan perusahaan pada saat tertentu. Neraca mempunyai tiga unsur laporan keuangan yaitu aktiva, kewajiban dan ekuitas” (Dwi Prastowo dan rifka Julianti, 2005 : 18).
2.     Laporan Laba Rugi
 “Laporan laba rugi menggambarkan suatu laporan yang menunjukkan  pendapatan pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu “ (Zaki Baridwan, 2000 : 30).


2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum laporan keuangan dapat dinyatakan sebagai berikut :
a.       Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi netto.
b.      Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
c.       Untuk memberikan informasi penting mengenai perubahan sumber ekonomi dan kewajiban serta informasi mengenai aktivitas pembelanjaan dan penanam modal dalam menghasilkan laba.
d.      Untuk mengungkapka sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan.
2.  Tujuan Kualitatif
Informasi keuangan akan bermanfaat apabila informasi keuangan itu relevan, maksudnya informasi ini harus dihubungkan dengan maksud serta tujuan penggunaanya. tujuan penggunaanya.
3.     Tujuan Khusus
      Secara khusus, tujuan laporan keuangan termasuk catatan atas laporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi mengenai :
a.       Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban dan aktiva bersih suatu lembaga
b.      Pengaruh transaksi keuangan, pristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat aktiva bersih
c.       Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya alam suatu     periode hubungan antara keduanya.
d.      Cara suatu lembaga mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, dan faktor lainya yang berpengaruh pada likuiditasnya
e.       Usaha jasa suatu lembaga.        
   

2.2 Kajian Penelitain Sejenis
Kajian Penelitian Sejenis
Nama: Ulfa Fauziah
NPM: 20206994
Judul : Analisis Rasio Laporan Keuangan pada  PT.  Mayora, Tbk
Berdasarkan tujuan penelitian maka penganalisa rasio laporan keuangan dengan menggunakan rasio likuiditas adalah cukup baik, rasio solvabilitas adalah kurang baik, dan rasio rentabilitas adalah baik. Alat Analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Rasio Likuiditas, Solvabilitas, dan Rentabilitas.
Nama : Eva Palupi
NPM : 20200665
Judul : Analisis Rasio Keuangan pada PT. Bahtera Adimina Samudera,Tbk    
Dalam penulisan ini penulis ingin mengetahui rasio likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas perusahaan yang di teliti oleh penulis.
Pada penulisan ilmiah kali ini penulis hanya menggunakan beberapa alat analisis, dimana sebelum melakukan penelitian. Penulis telah mengkaji beberapa penelitian sejenis atau penelitian yang memiliki kesamaan topic. Kajian di lakukan berdasarkan penulisan – penulisan ilmiah perpustakaan kampus J Universitas Gunadarma. Hal ini dilakukan untuk menghargai hasil pemikiran dan penelitian orang lain, dan juga untuk menanamkan budi daya ilmiah dan selalu meriview hasil penelitiaan orang lain sebelum melakukan penelitian.

2.3 Analisis Rasio
“Analisis rasio merupakan salah satu teknik anlisis laporan keuangan dengan cara membandingkan komponen – komponen laporan keuangan dalam satu tahun atau satu periode. Rasio ini kemudian di tafsirkan atau di bandingkan kembali dengan rasio yang sama pada tahun yang lalu” (Pahala Nainggolan, 2007 : 150).
Dalam prakteknya analisis rasio keuangan suatu perusahaan dapat di golongkan menjadi sebagai berikut:
1.      Rasio Neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari neraca.
2.      Rasio Laporan Laba Rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari laporan rugi laba.
3.      Rasio antar laporan, yaitu membadingkan angka-angka dari dua sumber (dari dua sumber) baik yang ada di neraca maupun yang ada di rugi laba.
Bentuk-bentuk rasio keuangan:
a.     Likuiditas,
b.     Solvabilitas, dan
c.     Rentabilitas.

2.3.1       Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas secara sedehana dapat dikatakan sebagai suatu usaha memberikan perbandiangan antar aktiva perusahaan yang paling cepat dikonversi menjadi uang sekiranya perusahaan dihentikan operasinya. Dengan kata lain, rasio likuiditas mencoba memberikan gambaran nilai perusahaan bila dilikuidasi atau dikonversi menjadi uang tunai secara cepat dan digunakan untuk melunasi semua kewajibanya baik kepada pegawai maupun kepada pihak luar. Dengan demikian, rasio ini akan digunakan oleh pihak luar misalnya supplier atau bila perusahaan melakukan pinjaman uang, kreditur akan menggunakan rasio ini untuk manksir kemampuan membayar dalam jangka pendek.
Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera hatus di penuhi. Jumlah alat – alat pembayaran (alat -  alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan kemampuan memmbayar dari perusahaan yang bersangkutan.
Rasio – rasio yang tergolong dalam rasio likuiditas ini antara lain :
1)    Current ratio (rasio lancar)
2)    Cash ratio (rasio kas)


Current ratio  didapatkan dari pembandingan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini secara mudah hendak memberikan gambaran kecukupan kas bila yayasan berhenti beroperasi saat ini. Kas yang diperoleh dari konversi aktivanya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun dibandingkan jumlah kas yang dibutuhkan untuk membaya utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu kurang dari satu tahun bila masih menunjukan selisih yang positif artinya perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendek. Sebaliknya, bila ternyata lebih besar nilai utang jangka pendeknya, dikatakan bahwa perusahaan dalam kondisi yang tidak likuid.
Masalah ikuiditas adalah berhubunga dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi  kewajiban finansialnya yang segera harus di penuhi. Jumlah alat penbayaran yang dimiliki oleh perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan kemampuan membayar.     


X 100 %


Current ratio =
Current ratio =              Aktiva lancar  
                       
                                                            Hutang lancar

Cash ratio merupakan rasio likuiditas lain yang menunjukan kemampuan membayar utang jangka pendek dengan aktiva yang lebih likuid atau aktiva yang sangat cepat kemampuannya dikonversi ke kas. Dengan kata lain, aktiva yang digunakan untuk membayar adalah aktiva yang dapat diubah menjadi uang kas segera. Ca                    


X 100 %


Cash ratio =
                                         Cash + bank              
Utang lancar

2.3.2      Rasio Solvabilitas
Rasio yang digunakan untuk mengukur soliditas atau kemampuan perusahaan melunasi kewajibannya ketika dilikuidasi adalah rasio yang membandingkan total aktiva dengan total kewajiban. Dengan pembandingan ini, artinya bahwa ketika perusahaan dilikuidasi, apakah seluruh aktivanya dapat membayar semua utang perusahaan baik utang jangka panjang maupun jangka pendek. Likuidasi yayasan tidak dimaksudkan dalam jangka waktu pendek, melainkan pada jangka waktu yang tidak terbatas. “ Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finasiilnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi “  (Bambang Riyanto, 2001 : 33).
1.      Total Debt to Total Assets Rasio
Rumus ini digunaka untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan dengan cara membandingkan keseluruhan kewajiban dengan jumlah aktiva. Untuk menghitung rasio ini digunakan rumus:


Debt to Assest Rasio =            


X 100%
Total Aktiva
Debt to Assest Rasio =            Total Hutang

Ukuran maksimum rasio ini 2 : 1 atau 200%. Semakin kecil persentasenya  berarti semakin rendah resiko keuangannya.

2.3.3       Rasio Rentabilitas
Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dan  aktiva aatau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selaama periode tertentu. Rentabilitas digunakan sebagai alat ukur efesiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkuta. Dalam menghitung tingkat rentabilitas suatu perusahaan ada beberapa macam rasio yaitu :
1.  Net Earning Power Rasio (ROI)      
Rasio ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam  keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. Untuk menghitung rumusan ini dihitung dengan cara sebagai berikut :



Net Earning Power Rasio =     


X 100%
                                                   Laba Usaha        
Net Earning Power Rasio =          Aktiva 
Sebesar persentasenya berarti semakin baik, karena setiap rupiah penjualan dapat menghasilkan laba kotor yang semakin besar.


2.3.4 Rasio Aktivitas
Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya.atau dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi (efektifitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan.
1. Inventory Turnover
Perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu periode. Rasio ini dikenal dengan nama rasio perputaran persediaan. Rasio ini juga dapat menunjukkan berapa kali jumlah barang persediaan diganti dalam satu tahun.



Text Box: Turnover Inventory =                    Harga Pokok Penjualan   
                        Rata – rata Persediaan

2.3.5 Hubungan  Antara Liquiditas, Solvabilitas, dan Rentabilitas
 Dari ketiga masalah diatas (likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas), maka kita dapat menarik hubungan diantaranya sebagai berikut :
Bahwa likuiditas, solvabilitas, rentabilitas adalah pengertian dasar dalam menilai kondisi keuangan perusahaan sehingga harus benar-benar dimengerti sebab hampir semua keputusan dalam perluasan usaha selalu menggunakan likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas sebagai salah satu dasar  pertimbangannya. Oleh karena itu ada yang menganggap bahwa likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan pedoman dasar dalam menilai keuangan perusahaan.
Dalam kaitannya antara yang satu dengan yang lain maka antara likuiditas dan rentabilitas mempunyai hubungan yang unik, sebab untuk meningkatkan likuiditas yang tinggi maka akan mempunyai kecenderungan menurunkan rentabilitas, begitu juga sebaliknya. Meskipun demikian hal ini dapat terjadi pengecualian, sebab bisa saja terjadi usaha menjadikan likuiditas yang tinggi pula.  Bagi perusahaan keadaan yang paling baik adalah solvabel dan likuid. Tetapi kadang-kadang suatu perusahaan dapat dalam keadaan solvabel tetapi likuid, hal ini dapat diatasi bila perusahaan mampu mencairkan aktiva tetapnya. Bila perusahaan dalam keadaan likuid tetapi insolvabel maka perusahaan dapat menjalankan aktivitasnya dan sementara masih mempunyai kesempatan atau waktu untuk memperbaiki solvabilitasnya. Tetapi apabila tidah berhasil maka pada akhirnya perusahaan akan mengalami kesukaran juga. Apabila perusahaan dalam keadaan insolvabel dan illikuid maka perusahaan akan mengalami kesukaran karena segera menghadapi tagihan- tagihan dari krediturnya. 

Senin, 31 Mei 2010

portofolio


TUGAS PORTOFOLIO
IDENTITAS :
NAMA                        :  PURRI SETIANINGRUM
NPM                           : 20207860
ALAMAT BLOG        : http://styaaa.blogspot.com/
EMAIL                        : oktv_sty@yahoo.com / purri_iman@yahoo.com
HOBI                           : BACA
NAMA ORANG TUA : PURNOMO
PEKERJAAN              : PEGAWAI SWASTA
CITA – CITA              : GURU / DOSEN
ANAK KE                  : 1 DARI 3 BERSAUDARA
BAGIAN   I
A.     Mutu PMB
Dosen dari Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Mostly, dosenya baik dan menyenangkan, saya dapat belajar dengan baik, namun ada juga dosen yang mengajarnya kurang dapat dimengerti. Jika saya kesulitan dalam mata kuliah, saya akan mendiskusikannya kepada teman – teman kurikulum di FE UG sudah cukup baik. Tetapi mungkin sarana dan prasarananya harus lebih di tingkatkan lagi seperti buku – buku di perpustakaan Universitas Gunadarma di kampus J belum sepenuhnya lengkap.
B.     Pengembangan ke ilmu dan intern MK
Untuk mengembangkan ilmu mata kuliah saya biasanya berdiskusi dengan teman – teman begitu juga dengan penulisan ilmiah saya. Penulisan ilmiah saya bertemakan perusahaan nirlaba, saya mengambil itu karena saya ingin tau apakah perusahaan seperti itu dapat menangani hutang lancarnya, mendapatkan profit walaupun perusahaan itu merupakan perusahaan yang tidak  mementingkan laba untuk perusahaannya.
C.     Usaha peningkatan mutu proses belajar mengajar
Saya sering bertannya kepada teman – teman untuk meningkatkan PMB saja juga belajar sendiri tentunya , belajar sendiri dengan didukung buku pelajaran, internet, dan lain – lain.
D.     Karakter pribadi terhadap berbagai situasi dan kondisi
Pada dasarnya saya ini orangnya tidak sabar, namun saya sedang mengatasi itu, didalam hidup saya, saya berusaha untuk dapat mengendalikan diri saya dengan berfikir rasional.
E.      Etos kerja
Didalam hidup saya saat ini saya mempunyai target kuliah, karena saya ingin tepat lulus pada waktunya, semangat buat saya merupakan kunci dari keberhasilan, jadi saya sangat bersemangat untuk belajar giat, berusaha menyelesaikan tugas tepat pada waktunya agar tecapai hasil yang maksimal juga tentunya.
F.      Integritas diri
Hidup ini harus mempunya prinsip agar kita tidak terombang ambing. Saya mempunyai prinsip untuk kelangsungan hidup saya. Jujur sangatlah penting, ini yang selalu saya tanamkan pada diri saya, tidak itu saja konsisten dalam ucapan dan prilaku juga harus ditanamkan selain kejujuran.
G.     Keterbukaan diri terhadap kritik dan saran
Keburukan didalam diri saya adalah saya kurang menerima akan kritik dari orang lain walaupun kritik itu agar membuat saya lebih baik nantinya. Bagi saya pendapat orang lain merupakan angin lalu, karena pendapat orang lain berbeda – beda, jadi saya tidak terlalu memperhatikannya. Bagi saya intropeksi diri sendiri merupakan hal yang utama, dibandingkan dengan accapted pendapat orang lain tentang saya.
H.     Peran sosial
Untuk bekeja sama dengan orang lain agaknya sulit bagi saya, karena saya lebih senang bekerja sendiri, belajar itulah yang saya perlukan untuk bekerja sama, karena dengan sosialisasi dengan baik kita dapat bekerja sama. Sosialisasi baik di dalam lingkungan baru merupakan hal sulit bagi saya.












artikel akuntansi koperasi

MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT



Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.

a. KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)

Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :

Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.

Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.

Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.

Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.

Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.

Alasan kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat yang didominasi pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola hubungan koperasi dan anggota di KUD. Akibatnya sering terjadi “koperasi yang tidak berkoperasi” atau dikenal pula sebagai “koperasi pengurus” dan “koperasi investor” karena koperasi dan anggota menjadi entitas yang berbeda, melakukan transaksi satu dengan lainnya, bahkan tidak jarang saling berbeda kepentingan : pengurus dan ‘investor’ disatu pihak, anggota dipihak lainnya.

Dari beberapa perkembangan Kopdit terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.

b. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI

Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.

1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.

Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.

2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.

Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang seragam justru telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat mengembangkan organisasi dan kegiatannya.

3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.

Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut tidak dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan (enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu faktor penentu keberadaan koperasi.

4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.

Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.

5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :

a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,

b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,

c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,

d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan

e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.

Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.

Biaya transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.

Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus menjadi salah satu indikator utama.

6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.

Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.

Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.


c. MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA

Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial. Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :

1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.

Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.

2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.

Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.

3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.

Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.

4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.

Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.

5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.

Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.

6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.

Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.

7. Peningkatan Citra Koperasi

Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.

8. Penyaluran Aspirasi Koperasi

Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.

d. CATATAN PENUTUP

Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua prasyarat. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan. Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.---